TebarBerita.ID
      Artikel ini telah dilihat : 1092 kali.
OPINI

Self Love Vs Social Standard

Rega Armella, M. Pd

Istilah self love merupakan penggambaran bahwa setiap individu wajib menerima dan menghargai seluruh komponen dalam dirinya sendiri. Mencintai diri sendiri apa adanya merupakan wujud rasa syukur terhadap apa yang tuhan berikan kepada diri kita. Self love tidak hanya menerima kekurangan diri, tetapi menjadi sarana untuk memperbaiki apa yang kurang pada diri kita.

Self love adalah menerima apa yang disebut dengan kelemahan, menghargai apa yang disebut kekurangan. Karena hal tersebut membuat individu menjadi diri sendiri, dan memiliki belas kasih terhadap dirinya sendiri. Dengan mencintai dan menerima segala kelemahan dan kekurangan diri sendiri, secara tidak langsung juga memberikan gambaran kepada individu untuk menerima kekurangan dan kelebihan diri orang lain.

Namun, tidak selamanya self love dapat berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan besarnya pengaruh social standard terhadap seluruh aspek dalam kehidupan manusia.  Sebagai contoh, standar cantik yang digeneralisasikan oleh masyarakat di Asia – cantik didefinisikan dengan kulit putih, postur tinggi, badan langsing, dan segenap social standard yang melekat dalam kata ‘cantik’ tersebut.

Contoh lain, misalnya kata sukses yang selalu distandarkan dengan pekerjaan, jabatan, uang, barang mewah serta segenap arti kata ‘sukses’ lainnya. Konstruksi pemikiran masyarakat seperti inilah yang pada akhirnya membenarkan beberapa standar yang tidak sesuai dengan hak dan penerimaan diri di kalangan masayarakat. Social standard menyumbang begitu banyak kasus self love pada diri individu.  Sehingga memaksakan diri untuk mencapai standar yang telah ditentukan oleh masyarakat di sekelliling kita.

Hal ini diperparah dengan latar belakang pendidikan, kemudan pola asuh di kalangan masyarakat Indonesia yang diturunkan dengan pemikiran sedemikian rupa. Sehingga timbullah anggapan, bahwa jika tidak memenuhi social standard kehidupan, maka seseorang belum layak untuk menerima pengakuan sebuah pencapaian pada dirinya.

Terkait dengan pendidikan dan pola asuh di kalangan keluarga Indonesia, tidak terbiasa untuk mengajarkan anak agar lebih menghargai diri, menerima kekurangan diri, serta berusaha memahami bahwa setiap individu dibekali dengan kelebihan dan kekurangan. Kondisi ini dapat dikurangi dengan memahami bahwa terkadang it’s okay not to be okay, bahwa tidak semua hal dalam hidup harus berjalan sesuai dengan standar orang lain.

Sebaliknya, menerima kekurangan diri, menerima kagagalan dan segala hal yang belum tercapai pada diri kita, sejatinya kita telah sampai pada hakikat manusia sesungguhnya. Belajar untuk lebih mengenal dan mencintai diri, melepaskan rasa bersaing, dan selalu menjadi unggul. Menikmati apa yang ada pada diri sesungguhnya merupakan modal utama dalam menjalani kehidupan. Sehingga mencapai kebahagiaan versi diri sendiri dan be just be the best version of you.

Penulis: Rega Armella, M. Pd

Related posts

Rapor Merah Polri dalam Penuntasan Kasus HAM

admin

Pastikan Pemilih Terdaftar di Daftar Pemilih Sementara

admin

Bersihkan Pemilu dari Hoaks, Isu Sara, dan Ujaran Kebencian

admin