Tebarberita.id, Jakarta – Tanda tanya dari pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang tidak menerima bukti administrasi, berupa nota atau kuitansi dari rumah sakit (RS) usai berobat sedikit terjawab. Kemudian, BPJS Kesehatan yang selama ini mengaku mengalami pembengkakan terhadap klaim BPJS, hingga berencana menaikkan iuran juga mulai terjawab penyebabnya.
Baru-baru ini anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP Rahmad Handoyo meminta pemerintah segera menindak tegas rumah sakit (RS) nakal yang melalukan klaim palsu biaya kesehatan masyarakat kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, karena merugikan negara.
Ia meminta adanya penegakan hukum dan evaluasi sistem, termasuk memperketat pengawasan. Kasus ini, tutur dia, harus segera diusut tuntas. Rahmad berharap, penegak hukum maupun instansi terkait dapat segera memproses pidana dugaan pelanggaran ini.
“Berikan efek jera dengan hukuman yang berat bagi para pelaku, karena kecurangan ini berkaitan dengan kesehatan dan nyawa pasien. Dengan sanksi yang tegas, kita berharap tidak ada lagi rumah sakit yang bermain kotor,” ujar Rahmad dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (25/9/2024).
Dia mendesak pemerintah segera lakukan audit menyeluruh agar bisa tahu di mana letak kelemahan sistem BPJS Kesehatan. Rahmad mengingatkan, harus juga dipastikan adanya pengawasan ketat sehingga pelayanan kesehatan harus betul-betul berpihak pada rakyat.
Selain itu, Rahmad juga meminta BPJS Kesehatan segera berbenah. Kriteria dan persyaratan yang terlalu banyak dan panjang, lanjut dia, tak hanya merepotkan masyarakat yang sedang membutuhkan bantuan medis, tapi juga membuka celah potensi kecurangan atau manipulasi.
Legislator Fraksi PDIP ini juga mengimbau dokter dan tenaga kesehatan, dapat mengedepankan integritas dan tunduk terhadap etika profesi saat bekerja. “Dokter dan tenaga kesehatan adalah profesi yang mulia karena menyangkut pelayanan kepada masyarakat. Jangan korbankan nilai-nilai mulia tersebut demi keuntungan pribadi, apalagi sampai merugikan masyarakat,” ujar dia.
Diketahui, tim gabungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), BPJS, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan tiga rumah sakit swasta yang mengajukan klaim fiktif sehingga menimbulkan kerugian negara hingga Rp29,4 miliar atas 22.550 kasus klaim fiktif pada 2022-2023.
Dari penelurusan KPK, skandal klaim fiktif atau phantom billing ditemukan di tiga RS yang berada di Jawa Tengah dan dua di Sumatera Utara. Menurut KPK, setidaknya dari satu rumah sakit yang mengajukan klaim fiktif terdapat 8 orang pelaku, antara lain adalah pemilik RS karena fasilitas kesehatan tersebut berstatus swasta.
Bahkan keuntungan fraud pada kasus klaim BPJS fiktif juga disebut mengalir untuk pihak keluarga pemilik RS, hingga ke dokter yang membantu melakukan kecurangan.
Adapun modus yang banyak digunakan tiga rumah sakit pada kasus ini yakni, menaikkan tagihan klaim BPJS Kesehatan. Termasuk dengan cara menjiplak klaim pasien lain serta menambah jumlah obat yang digunakan dalam laporan klaim.
Pihak manajemen RS nakal tersebut melakukan berbagai kecurangan seperti memanipulasi diagnosis dan/atau tindakan, penjiplakan klaim dari pasien lain (cloning), klaim palsu (phantom billing), penggelembungan tagihan obat dan/atau alat kesehatan (Inflated bills), pemecahan episode pelayanan yang tidak sesuai dengan indikasi medis, dan lain-lain. (*)
Sumber: inilah.com