Tebarberita.id, Samarinda – Batalnya pengesahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada 14 Februari lalu oleh DPRD ditegaskan karena beberapa pertimbangan di internal dewan. Salah satunya adanya keputusan internal yang menyepakati adanya mekanisme yang dilanggar dalam penyusunan RTRW tersebut.
Hal itu diterangkan Ketua Badan Pembentukan Peraturan daerah (Bapemperda) DPRD Samarinda Samri Shaputra. Bapemperda sebagai alat kelengkapan dewan (AKD) tidak menolak regulasi usulan pemkot tersebut. Hanya saja, kata dia, ada mekanisme yang tak lazim, seperti tak dibentuknya panitia khusus (pansus) yang mengevaluasi, hingga menyampaikan pandangan umum dan akhir atas draf RTRW Samarinda 2022-2042 tersebut.
“Padahal tugas dan kewenangan Bapemperda sebagai AKD untuk menghandel perumusan perda sudah tertuang dalam Peraturan DPRD Samarinda 2/2019 tentang Tata Tertib Dewan,” katanya.
Surat untuk memberikan waktu pengevaluasian draf tersebut sudah diajukan ke ketua dewan. Dengan harapan pokok usulan itu bisa diteruskan ke Wali Kota Samarinda Andi Harun, untuk menunda jadwal pengesahan. Surat itu juga menjadi bentuk keberatan anggota dewan atas munculnya berita acara yang ditandatangani Ketua DPRD Samarinda Sugiono bersama wali kota.
Bapemperda pun kian sanksi lantaran munculnya berita acara itu dibuat dengan mekanisme yang tak wajar. Bahkan, ketua DPRD membantah pernah menandatangani berita acara tersebut.
“Itu didasari pengakuan ketua dalam rapat tertutup yang di hadiri Forkompinda (forum komunikasi pimpinan daerah) Samarinda dan membantah pernah menandatangani surat itu,” ucapnya.
Politikus PKS Samarinda itu mengatakan, proses terbitnya rekomendasi dari Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sarat berpotensi cacat hukum dan cacat prosedural lantaran tanda tangan ketua dewan disinyalir dipalsukan. Karena itulah, DPRD Samarinda ingin memperbaiki prosedur yang cacat hukum dan prosedural tersebut. Tujuannya, agar legislasi yang dihadirkan benar-benar berkualitas.
“Gimana mungkin kita mau menghasilkan sebuah produk hukum, kalau prosesnya saja sudah melanggar hukum,” tukasnya. (ADV/NA)