Tebarberita.id, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa negara wajib menyelenggarakan pendidikan dasar gratis tidak hanya di sekolah negeri, tetapi juga di sekolah swasta. Putusan ini mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dan tiga warga negara.
Dalam amar putusan nomor 3/PUU-XXII/2024, MK menyatakan bahwa Pasal 34 Ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat jika tidak mencerminkan kewajiban negara membiayai pendidikan dasar. Negara Wajib Biayai Pendidikan Dasar di Sekolah Negeri dan Swasta.
Ketua MK Suhartoyo menegaskan, “Pemerintah wajib menjamin penyelenggaraan pendidikan dasar tanpa pungutan biaya, baik di sekolah negeri maupun swasta.”
Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menambahkan, pendidikan dasar adalah hak konstitusional yang tidak boleh dibatasi oleh ekonomi. Ia menyoroti bahwa selama ini anggaran pendidikan lebih terfokus pada sekolah negeri, padahal banyak anak Indonesia bersekolah di swasta atau madrasah.
“Apabila negara tidak hadir dalam pembiayaan pendidikan dasar, maka hal itu dapat menghambat warga negara menjalankan kewajiban konstitusionalnya untuk mengikuti wajib belajar,” tegas Guntur.
Selektif dan Bertahap, Tidak untuk Sekolah Premium
MK menekankan bahwa pelaksanaannya harus selektif dan bertahap. Hakim Enny Nurbaningsih menjelaskan, tidak semua sekolah swasta sama. Sekolah dengan kurikulum internasional atau layanan premium tidak termasuk dalam skema ini.
“Sekolah yang menawarkan nilai tambah atau keunggulan komersial tidak bisa disamakan dengan sekolah swasta yang melayani masyarakat luas. Bantuan negara harus diberikan secara tepat sasaran,” jelas Enny.
Respons Positif dari Pegiat Pendidikan
Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji menyebut putusan ini sebagai tonggak penting menuju sistem pendidikan yang lebih adil.
“Ini adalah kemenangan bagi jutaan keluarga yang selama ini terpaksa membayar mahal demi pendidikan dasar anak mereka di sekolah swasta,” kata Ubaid.
Ia mendesak agar 20% anggaran pendidikan dari APBN/APBD digunakan untuk mendukung kebijakan ini, tidak hanya untuk sekolah negeri tetapi juga swasta yang melayani masyarakat umum.
Tantangan Implementasi
Meski putusan ini membuka jalan bagi pendidikan yang lebih inklusif, pelaksanaannya memerlukan penyesuaian alokasi anggaran dan regulasi teknis untuk memastikan bantuan tepat sasaran. Pemerintah pusat dan daerah kini harus menyusun strategi agar kebijakan ini dapat diwujudkan secara merata di seluruh Indonesia, tanpa membedakan latar belakang sosial ekonomi peserta didik.
(Sumber: Putusan MK No. 3/PUU-XXII/2024, Pernyataan JPPI)