Tebarberita.id, Sangatta – Baru-baru ini, Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dihebohkan dengan kasus pelecehan anak di bawah umur di salah satu pesantren, yang kemudian menarik perhatian publik. Menanggapi hal ini, Anggota DPRD Kutim, Maswar, mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih pesantren untuk anak-anak mereka.
“Saya mengimbau masyarakat, pilih pesantren atau sekolah-sekolah agama itu yang benar. Serta memiliki legalitas yang dikeluarkan Kemenag,” ungkap anggota Komisi A DPRD Kutim itu kepada pewarta belum lama ini.
Maswar menjelaskan bahwa pesantren yang tidak terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag) berpotensi lebih besar melakukan penyimpangan, karena aktivitas mereka tidak dalam pengawasan kementerian. Menurutnya, banyak kasus pelecehan seksual terjadi di pesantren yang tidak terdaftar, karena pengurusnya bisa beroperasi tanpa pengawasan rutin dan sosialisasi dari Kemenag.
“Banyak terjadi kasus pelecehan seksual itu di sekolah-sekolah seperti itu yang terjadi di pesantren yang tidak terdaftar di Kemenag. Kalau dia terdaftar Kemenag, maka Kemenag akan melakukan pengawasan rutin dan sosialisasi,” tuturnya.
Maswar juga menyoroti bahwa masih banyak pesantren di Kutai Timur yang belum terdaftar di Kemenag. Salah satunya adalah pesantren tempat pelecehan seksual terhadap santri oleh pengurus pesantren yang baru saja terungkap. Ia menegaskan pentingnya pesantren yang didirikan dilengkapi dengan izin yang sah dan terdaftar di Kemenag.
“Pesantren-pesantren yang didirikan itu harus didaftarkan, kalau tidak didaftarkan harus ditertibkan,” tegasnya.
Dalam upaya menertibkan pesantren tak berizin, DPRD Kutim telah berkoordinasi dengan Kementerian Agama dan instansi terkait untuk mengevaluasi pesantren yang beroperasi tanpa izin di Kutai Timur. Maswar menyatakan bahwa langkah ini dilakukan untuk menginventarisir dan memberikan teguran, bahkan hingga penutupan, jika ditemukan pelanggaran.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Kemenag untuk mengevaluasi jumlah praktik pendidikan agama untuk diinventarisir dan diberikan teguran-teguran. Bahkan sampai penutupan jika ditemukan pelanggaran,” tandasnya.
Dengan adanya kasus ini, Maswar berharap masyarakat lebih waspada dan selektif dalam memilih lembaga pendidikan agama, guna mencegah kejadian serupa terulang kembali. (Adv)