Tebarerita.id, Sangatta – Kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak di Kutai Timur (Kutim) terus mencuat, mengundang perhatian serius dari berbagai pihak. Salah satu tokoh yang menyuarakan kepedulian ini adalah Wakil Ketua I DPRD Kutim, Asti Mazar, yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kutim.
Asti Mazhar mengungkapkan bahwa kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak rentan terjadi karena anak sering dianggap sebagai objek lemah.
“Melihat kasus-kasus yang sudah terjadi di Kutim, tentunya kehadiran LPAI itu sebagai wadah untuk masyarakat, agar mereka menyampaikan banyak hal terkait tentang perlindungan dan hak-hak anak,” ujarnya kepada wartawan di Sangatta, Selasa (2/7/2024).
Masalah utama yang dihadapi adalah seringnya korban takut melapor, sehingga kasus kekerasan terpendam dan baru diketahui setelah lama waktu berlalu. Selain itu, kondisi geografis Kutim yang sangat luas juga memperlambat penyebaran informasi terkait kasus tersebut.
“Tentu kita melihat di Kutim ini sangat banyak kejadian yang sudah terekspos dan bahkan yang belum terekspos. Ini lah yang menjadi PR bagi LPAI Kutim, banyaknya kejadian yang belum tersampaikan kepada Dinas terkait maupun kepada LPAI karena mungkin kondisi geografis Kutim yang sangat luas,” jelas Asti Mazhar.
Untuk mengatasi masalah ini, Asti Mazhar menegaskan komitmennya untuk memimpin rapat gelar pendapat (RDP) bersama lembaga dan dinas terkait. RDP ini bertujuan untuk menyamakan visi dalam penanganan kasus-kasus kekerasan anak.
“Mudah-mudahan dalam waktu dekat kami di legislatif akan RDP bersama dengan instansi-instansi terkait untuk menyampaikan satu visi yang sama tentang bagaimana penanganan adanya banyak kasus,” tuturnya.
Dia juga menambahkan, LPAI berencana untuk melakukan roadshow ke 18 kecamatan guna membentuk LPAI di semua kecamatan.
“LPAI juga insyaallah tahun ini atau awal tahun depan akan roadshow di 18 kecamatan, untuk membentuk LPAI di semua kecamatan,” lanjutnya.
Asti Mazhar menyebutkan beberapa kasus yang mengejutkan masyarakat, termasuk pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang kepala pondok pesantren. Meskipun pelaku berhasil diamankan, Asti menyayangkan kasus tersebut baru terungkap setelah bertahun-tahun.
“Baru-baru ini pelakunya kepala pondok pesantren itu sendiri. Bahkan sudah bertahun-tahun dan baru terungkap sekarang. Ini aja yang dekat, di Sangatta, baru diketahui. Apalagi di kecamatan yang jauh,” ujarnya.
Dia berharap, dengan kolaborasi yang terjalin antara berbagai pihak, kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak dapat diminimalisir.
“Semoga dengan adanya kolaborasi yang kita lakukan, kasus-kasus pelecehan, bullying dan lain sebagainya itu tidak terjadi lagi di Kutim,” imbuhnya.
Selain itu, para korban diharapkan mendapatkan perlindungan serta pemulihan psikologis yang memadai. (Adv)