Tebarberita.id, Tenggarong – Ketua Komisi I DPRD Kukar, Yohanes Badulele Da Silva bersama anggota Komisi I Pujiono dan Ketua Bapemperda DPRD Kukar Ahmad Yani membahas pokok persoalan penolakan aktivitas tambang yang terjadi di Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu dan pihak-pihak terkait, Senin (24/10/2022).
“Ada kegiatan di desa mereka pertambangan sehingga coba kita dari DPRD mengundang baik SDA, DLHK kemudian pemerintah desa, Koramil, Polsek kita mengundang semua itu dalam rangka mencari solusi,” kata Yohanes menjelaskan kepada awak media usai rapat.
Yohanes melanjutkan, penolakan sebelumnya pernah terjadi padi tahun 2013 silam, bahkan pada saat itu aktivitas yang beroperasi adalah tambang resmi atau legal. Penolakan kembali terjadi pada 2021 lalu. Tambang diduga ilegal sempat beroperasi namun akhirnya dihentikan.
“Apakah resmi atau soal ilegal ini masih kita tidak tahu karena sampai hari ini siapa pengusaha yang melakukan kegiatan itu kan kita tidak tahu sampai dengan Pak Kades sendiri juga tidak tahu. Kita juga berhati-hati, nah kehati-hatian kita inilah kemudian kita rumuskan, kita akan luas lagi dengan ESDM provinsi. Kita akan bahas kembali sehingga kita mengetahui siapa pelakunya dan apakah iti legal atau ilegal,” jelasnya lagi.
Adapun langkah DPRD Kukar, Politikus PAN ini menyebutkan ada beberapa teknis yang ingin dilakukan. Pertama penyelesaian di tingkat kecamatan bentuk panitia kecil untuk menyelesaikan itu dengan memanggil warga yang tanahnya ditambang.
Kedua, DPRD akan melakukan inspeksi mendadak ke lokasi. Yohanes menegaskan, meskipun demikian paling tidak melalui RDP hari ini bisa dilihat bahwa DPRD sudah menyerap aspirasi dan berkali-kali telah menanyakan ke warga desa bahwa tetap satu kata yaitu masyarakat menolak kegiatan tambang dengan alasan 85 persen daerah itu menjadi ketergantungan masyarakat di Sumber Sari baik itu pertanian, perikanan dan peternakan kemudian desa itu sudah dicanangkan pemerintah daerah sebagai desa wisata.
“Kemudian Sumber Sari menjadi desa persediaan pangan, itulah yang mendorong masyarakat desa dan pak kades mendukung itu. Konkretnya mereka menolak tambang karena pas dimasa pandemi begitu susahnya berkompetisi untuk cari duit, teman-teman di sana masih bisa cari duit dengan 85 persen ketergantungan dengan hasil alam, nah kalau alamnya rusak oleh tambang ya mereka sulit,” tandas Yohanes. (Adv)