Tebarberita.id, Jakarta – Asosiasi petani kelapa sawit meminta pemerintah mengatur ulang harga tandan buah segar (TBS) yang dibeli pabrik kelapa sawit. Pasalnya, harga TBS anjlok hingga ke bawah Rp1.000 per kilogram (kg). Ketua Umum Persatuan Organisasi Petani Sawit Indonesia (Popsi) Pahala Sibuea mengatakan harga TBS turun dikarenakan permintaan dari produsen minyak goreng yang juga menurun.
“Sekarang petani dalam kesulitan untuk mempertahankan kebun dan kehidupannya karena harga TBS terus turun di bawah Rp1.000 per kilogram, di beberapa tempat bahkan sampai Rp400 per kilogram. Dengan harga TBS sekarang ini petani sangat sulit untuk bertahan,” terang Pahala yang dikutip Antara, Jumat (1/7/2022).
Maka dari itu, petani meminta pemerintah mengevaluasi kembali pajak ekspor CPO dan pajak bea keluar yang dinilai sangat tinggi, yaitu sampai US$600 per ton. Senada, Kepala Bidang Organisasi dan Anggota Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sabarudin mengatakan saat ini banyak pabrik kelapa sawit yang tutup dan tidak membeli TBS petani karena tangki penuh, sehingga membuat harga TBS turun drastis.
“Catatan kami di 10 provinsi wilayah anggota SPKS berkisar harga TBS saat ini Rp500 sampai Rp1.070 per kilogram,” kata Sabarudin.
Penurunan harga TBS disebut menyebabkan petani rugi sekitar Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per hektare per bulan. SPKS juga menerima laporan dari anggota di Kabupaten Paser Kalimantan Timur dan Kabupaten Rokan Hulu Riau bahwa petani sawit sudah tidak panen karena hasilnya yang tidak menutupi biaya produksi.
Harga TBS dibanderol di bawah Rp1.000 per kilogram, sementara harga pokok produksi di atas Rp2.000 per kilogram. Petani sawit juga mengomentari pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan yang menyebut bahwa perusahaan produsen minyak goreng akan membeli TBS dari petani dengan harga Rp1.600 per kilogram. Petani menilai wacana Mendag tersebut masih belum ideal karena penetapan harga itu bersifat jangka pendek, sementara penetapan harga TBS akan naik menjadi Rp3.000 per kilogram dalam jangka menengah. (*)