TEBARBERITA.ID – Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan, isu kesenjangan pendidikan kembali mencuat di Indonesia. Meski pendidikan diakui sebagai hak semua orang, fakta di lapangan menunjukkan akses belajar masih timpang, terutama di jenjang pendidikan menengah dan tinggi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 mencatat, dari 100 anak usia sekolah, 92 melanjutkan ke SMP, namun jumlahnya menurun menjadi 88 di SMA. Begitu menginjak perguruan tinggi, hanya 32 yang benar-benar mampu melanjutkan studi. Padahal, per Februari 2025, Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) merekam lebih dari 6.000 institusi aktif di Indonesia.
Kesenjangan itu banyak dipengaruhi faktor biaya, jarak, hingga kondisi ekonomi keluarga, yang membuat kelompok rentan semakin sulit mengakses pendidikan formal. Dalam konteks inilah, pendidikan nonformal hadir sebagai alternatif melalui kursus, pelatihan, dan program berbasis komunitas.
“Setiap orang berhak belajar dan berkembang, tanpa dibatasi status sosial atau gelar. Belajar bisa dari mana saja, dari pengalaman, komunitas, hingga pelatihan di tempat kerja,” ujar Nyiayu Chairunnikma, Head of Marketing Semen Merah Putih dalam keterangan tertulis yang diterima media ini.
Salah satu upaya membuka akses belajar lebih luas ditunjukkan melalui program Mandor Pintar Institute (MPI). Inisiatif yang digagas Semen Merah Putih ini difokuskan pada peningkatan kapasitas pekerja konstruksi, kelompok yang kerap terpinggirkan dari akses pendidikan formal.
Melalui MPI, pekerja konstruksi dibekali pelatihan teknis yang relevan dan praktis, mulai dari teknik pengecoran, pengawasan proyek, hingga manajemen keselamatan kerja. Materi disusun sesuai kebutuhan industri agar langsung berdampak pada kualitas kerja.
Keunggulan lain program ini adalah pemberian sertifikasi resmi dari lembaga berwenang, termasuk kerja sama dengan Balai Jasa Konstruksi Wilayah (BJKW) Kementerian Pekerjaan Umum. Sertifikat keahlian tersebut tidak hanya menjadi pengakuan kompetensi, tetapi juga memperkuat posisi pekerja dalam membuka peluang karier lebih luas, baik di proyek nasional maupun swasta.
Di tengah ketimpangan akses pendidikan, MPI menunjukkan bahwa ruang belajar bisa hadir di mana saja, bahkan di lokasi proyek pembangunan. Selama ada komitmen membuka pintu kesempatan, pendidikan tetap dapat menjangkau semua lapisan masyarakat. (*)