TebarBerita.ID
      Artikel ini telah dilihat : 2035 kali.
BERITA UTAMA BISNIS SAMARINDA

Pekerjakan 16 Karyawan, Warga Samarinda Wajib Coba Soto Lamongan Pak Eko

Hadi Saputro (kanan) pemilik usaha kuliner Soto Ayam Lamongan Pak Eko bersama Wakil Wali Kota Samarinda Rusmadi Wongso di warungnya Jalan PMI Samarinda.

Tebarberita.id, Samarinda – Kuliner merupakan bagian dari budaya bangsa, tercipta dari situasi bangsa cerdas saat itu, warisan bangsa sehingga patut dipartahankan. Kelezatan kuliner menunjukkan betapa tingginya kemampuan sebuah bangsa dalam ilmu memasak, terutama meramu bebumbuan. Hal ini juga menjadi potret yang menggambarkan Nusantara kaya akan rempah. Karena bumbu masak merupakan penggabungan rempah-rempah dan zat yang umumnya berasal dari tanaman beraroma yang ditambahkan pada masakan.

Kini mempertahankan kuliner dengan cita rasa asli Nusantara dapat menjadi peluang usaha. Siapa yang tidak kenal dengan kuliner satu ini, Soto Ayam Lamongan. Jenis penganan ini telah melegenda di antero Indonesa, meski setiap daerah memiliki jenis sotonya sendiri. Seperti nama daerah asalnya, soto ayam Lamongan merupakan jenis soto yang berkembang di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Di antara ciri khas makanan ini yakni penggunaan serbuk koya. Proses koya berasal dari kerupuk udang dan bawang putih goreng, kemudian ditumbuk sampai halus dan menjadi bubuk. Bubuk koya inilah yang membuat rasa soto menjadi lebih gurih.

Di Samarinda, Kalimantan Timur, usaha kuliner soto ayam Lamongan mungkin tak terbilang jumlahnya. Namun, dari setiap kuliner hanya rasanya yang memberikan pembeda, seperti “Soto Ayam Lamongan Pak Eko”. Bermula dari berjualan keliling di Samarinda sejak 2009 lalu. Soto Ayam Lamongan Pak Eko kini memasuki masa kejayaannya. Usaha kuliner milik warga Lamongan, Hadi Saputro tersebut terus berkembang hingga menempati ruko di Jalan PMI (depan RSUD AW Sjahranie) Samarinda sejak 2014 lalu.

“Mulai tahun 2009 awalnya keliling pakai rombong. Terus dua bulan kemudian ngemper di teras di Ramania,” kata Hadi Saputro mengulik sejarah sotonya.

Hadi Saputro mengaku sempat kehilangan pelanggan-pelanggan setianya saat harus pindah dari emperan di Ramania. Di tempat baru, banyak konsumennya yang tidak tahu kepindahannya. Sebab, bekas lapak sotonya itu ditempati oleh penjual soto Lamongan lainnya. Saat berada di Ramania, Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang dan istrinya saat itu kerap menyantap sotonya.

“Kan saya pasang tulisan bahwa soto saya pindah. Nah tulisan yang saya pasang itu dilepas sama penjual soto yang baru. Lama-lama ada yang nanya lewat SMS, Pak soto sampean sekarang rasanya beda,” kata Hadi melanjutkan cerita.

Menggeluti dunia kuliner terutama soto, Hadi Saputro mengaku mengenalnya sejak di bangku sekolah dasar. Waktu itu, ia ikut berjualan dengan penjual soto di Surabaya sampai sampai ia berusia 16 tahun. Merasa telah mampu membuat soto, Hadi Saputro mencoba berjualan soto sendiri. Namun setahun hasilnya bangkrut. Kebangkrutan itu membawanya bekerja kembali dengan penjual soto di Pasuruan. Kemudian pada 2007, ia memutuskan untuk beradu nasib di Samarinda, Kalimantan Timur.

“Sampai di sini (Samarinda) jadi pemulung, jual sosis, buka kopi giras. Sempat buka lalapan, bangkrut,” kenang Hadi.

Tidak mengenal putus harapan, dengan dukungan istri, ia nekat mengembangkan Soto Ayam Lamongan Pak Eko. Dengan modal seadanya ia mendesain sendiri tempat usahanya berupa gerobak kayu atau rombong soto.

“Beli kayu untuk rombong soto waktu itu nyicil. Tiap hari nyicil dua sampai tiga batang kayu. Malam Ramadan kerjakan sendiri, jadinya rombongnya ya gak bagus,” katanya sambil tertawa.

Berbekal tekad tersebut, Soto Ayam Lamongan Pak Eko kini mempekerjakan 16 orang karyawan. Saat badai Covid-19 bertiup, Hadi Saputro terdampak. Dua orang karyawan ia rumahkan dengan terpaksa.  Karena warungnya tutup hampir dua bulan lamanya. Dengan cita rasa khas soto Lamongan, kini  warungnya mampu menghabiskan 30 ekor daging ayam besar per hari.

“Kalau ayam kecil bisa sampai 80 ekor,” sebut Hadi.

Suasana warung Soto Ayam Lamongan Pak Eko.

Untuk alasan berjualan soto, Hadi mengaku, selain senang juga karena telah menjadi hobinya. Menurutnya, soto Lamongan tidak seperti soto-soto Jawa lainnya.

“Soto Lamongan beda dengan soto Jawa seperti soto Semarang, Klaten. Kalau soto ayam Lamongan ada koyanya,” katanya menjelaskan.

Memang, Hadi Saputro melengkapi hidangannya dengan lauk pelengkap seperti kerupuk dan ceker. Juga penambahan sambal dan jeruk nipis menambah cita rasa kulinernya.

Meski kuliner rakyat, tidak sedikit pejabat setempat menyenangi Soto Ayam Lamongan Pak Eko. Tentu selain harga yang terjangkau, soto khas Lamongan tersebut memiliki cita rasa berbeda dengan soto Lamongan kebanyakan di Samarinda.

“Pak Jaang, Pak Rusmadi, kapolres, Pak Hadi Mulyadi, Pak Sofyan Hasdam sering makan di sini. Anggota dewan juga banyak,” tutur Hadi.

Karena makin berkembang, Soto Ayam Lamongan Pak Eko juga telah membuka cabang di Jalan Cendana Samarinda dengan tempat usaha yang lebih luas.

“Di Cendana samping Gang 14, samping Eramart,” sebut Hadi.

Untuk membuktikan kenikmatan cita rasa kuliner khas Lamongan ini, pembeli dapat datang kapanpun. Warung ini melayani 24 jam untuk pembelinya, sambil menunggu, pelanggan juga dapat memesan kopi khas Hadi Saputro. (*)

Related posts

DTC Chapter Mahakam Apresiasi Pelaksanaan Gatnas Ke-4 di Selorejo

admin

PPDB Dinilai Hanya Untungkan Sekolah Negeri

admin

Markaca Sebut Probebaya Efektif Penuhi Kebutuhan Warga

admin