Tebarberita.id, Jakarta – Pemerintah saat ini tengah proses menyusun aturan mengenai dana bagi hasil (DBH) untuk daerah penghasil kelapa sawit. Aturan ini merupakan aturan turunan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti mengatakan, pihaknya tengah proses penyusunan aturan tentang Dana Bagi Hasil untuk daerah penghasil kelapa sawit. Ia menyebut, aturan yang tengah disusun berupa rancangan peraturan pemerintah (RPP).
Meski begitu, Ia belum mau menerangkan poin – poin apa saja yang akan masuk dalam RPP kelapa sawit tersebut.
“(RPP DBH Kelapa Sawit) Ditargetkan selesai di semester 2 ini sehingga bisa diimplementasikan di tahun 2023. Kalau sudah selesai kami akan sosialisasikan,” ucap Astera.
Sementara itu, Plt Direktur Kemitraan, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS) Kabul Wijayanto mengatakan, siap mengikuti kebijakan pemerintah yang akan memberikan dana bagi hasil untuk pemerintah daerah (pemda) penghasil kelapa sawit. Ia bilang, implementasi tersebut rencananya akan mulai dilakukan pada 2023.
“BPDP KS ada juga satu lagi yang menjadi amanah di tahun 2023 yaitu bagaimana BPDP KS dimintakan untuk berkontribusi terkait dengan bagi hasil untuk dana bagi hasil dari pemerintah (daerah penghasil) sawit ini, itu sedang ditindaklanjuti di tahun ini turunan dari UU (HKPD) nya dan peraturan pemerintah-nya itu akan bisa direncanakan di eksekusi di tahun 2023,” jelas Kabul.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit (AKPSI) Yulhaidir meminta agar pemerintah menerbitkan aturan dana bagi hasil untuk daerah penghasil kelapa sawit yang menjadi aturan turunan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Hal itu agar tercapai keseimbangan antara kepentingan negara, investor dan masyarakat.
AKPSI mengusulkan dapat memungut Rp 25 per kilogram produksi tandan buah segar (TBS). Menurutnya usulan tersebut dirasa sudah mencukupi untuk pemerintah daerah.
“Kami meminta agar ada keseimbangan antara kepentingan negara, investasi, dan masyarakat, agar roda ekonomi berjalan baik,” ucap Yulhaidir.
Sebagai informasi, dalam pasal 111 UU nomor 1 tahun 2022 disebutkan, dana bagi hasil (DBH) terdiri atas DBH pajak dan DBH sumber daya alam.
DBH sumber daya alam terdiri atas kehutanan; mineral dan batu bara; minyak bumi dan gas bumi; panas bumi; dan perikanan.
Kemudian, dalam pasal 115 menyebutkan DBH sumber daya alam kehutanan bersumber dari penerimaan:
- iuran izin usaha pemanfaatan hutan;
- provisi sumber daya hutan; dan
- dana reboisasi.
DBH sumber daya alam kehutanan yang bersumber dari iuran izin usaha pemanfaatan hutan ditetapkan sebesar 80% untuk bagian Daerah dibagikan kepada:
- provinsi yang bersangkutan sebesar 32%
- kabupaten/kota penghasil sebesar 48%
DBH sumber daya alam kehutanan yang bersumber dari provinsi sumber daya hutan yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan, ditetapkan sebesar 80%, dibagikan kepada:
- provinsi yang bersangkutan sebesar 16%
- kabupaten/kota penghasil sebesar 32%
- kabupaten/kota lainnya yang berbatasan langsung dengan kabupaten/kota penghasil sebesar 16%
- kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 16%
DBH sumber daya alam kehutanan yang bersumber dari dana reboisasi ditetapkan sebesar 40% untuk provinsi penghasil.
DBH sumber daya alam kehutanan yang bersumber dari dana reboisasi digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.
Selanjutnya, pada pasal 191 disebutkan bahwa Ketentuan mengenai alokasi atas DAU dan DBH sebagaimana dilaksanakan sepenuhnya mulai Tahun Anggaran 2023.
Sumber: Kontan.co.id