Tebarberita.id, Samarinda – Terungkapnya praktik pengoplosan beras oleh lebih dari 200 merek di Indonesia, termasuk yang beredar di Kalimantan Timur, memicu respons tegas dari DPRD Kaltim. Temuan ini dinilai sebagai ancaman serius terhadap hak konsumen dan ketahanan pangan daerah.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Firnadi Ikhsan, menegaskan bahwa akar persoalan terletak pada lemahnya pengawasan dan tidak transparannya rantai distribusi pangan. Ia menilai pendekatan insidental seperti sidak tidak cukup untuk mengatasi persoalan yang bersifat sistemik.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan sidak insidental. Harus ada reformasi sistem pengawasan, dari hulu ke hilir,” ujar Firnadi, Rabu (30/7/2025).
Ia mengusulkan pembentukan Tim Pengawasan Terpadu lintas sektor, melibatkan unsur legislatif, akademisi, dan masyarakat sipil untuk melakukan audit menyeluruh terhadap rantai pasok beras, termasuk pelabelan dan sertifikasi kualitas.
“Kita perlu audit menyeluruh terhadap rantai pasok beras, termasuk mekanisme pelabelan dan sertifikasi kualitas,” tambahnya.
Menurut data Kementerian Pertanian, praktik oplosan ini menyebabkan selisih harga hingga Rp 3.000 per kilogram. Jika dibiarkan selama satu dekade, potensi kerugian negara ditaksir mencapai Rp 1.000 triliun. Di Kaltim sendiri, lonjakan harga beras premium dan keluhan konsumen mulai dirasakan, terutama di Balikpapan dan Samarinda.
Merespons hal tersebut, DPRD Kaltim mendorong pemerintah daerah untuk memperkuat edukasi publik mengenai identifikasi beras layak konsumsi. Literasi pangan, menurut Firnadi, harus menjadi bagian dari perlindungan konsumen.
“Kita harus pastikan masyarakat tahu cara membedakan beras asli dan oplosan. Ini bukan hanya soal harga, tapi soal kesehatan,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa Komisi II sedang menyusun rekomendasi regulatif untuk memperketat standar kemasan, pelabelan, dan distribusi beras. Langkah ini disebut sebagai upaya awal menuju perlindungan konsumen yang lebih menyeluruh di tingkat daerah.
“Kalau perlu, kita dorong perda khusus perlindungan konsumen pangan,” pungkasnya. (ADV/DPRD KALTIM)