Tebarberita.id, Jakarta — Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan perselisihan hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Mahakam Ulu 2024 yang diajukan pasangan calon Novita Bulan dan Artya Fathra Marthin. Dalam putusannya, MK menyatakan Paslon Nomor Urut 2 tersebut tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan karena selisih suara yang mereka peroleh terlalu besar dibandingkan ketentuan batas minimal selisih sebagaimana diatur dalam Pasal 158 ayat (2) huruf a Undang-Undang Pilkada.
Hakim Konstitusi Arsul Sani yang membacakan amar putusan menyebutkan bahwa selisih suara antara Pemohon dan Paslon Nomor Urut 3, Angela Idang Belawan–Suhuk, mencapai 2.302 suara, jauh melebihi ambang batas 416 suara yang ditentukan oleh undang-undang.
“Pemohon tidak memenuhi ketentuan Pasal 158 ayat (2) huruf a UU 10/2016 berkenaan dengan kedudukan hukum. Andaipun ketentuan tersebut dikesampingkan, quod non, telah ternyata dalil-dalil pokok permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tegas Arsul dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, dikutip dari mkri.id, Selasa (8/7/2025).
Meski Mahkamah tetap membuka ruang pembuktian dalam persidangan, seluruh pokok permohonan yang diajukan dianggap tidak cukup kuat secara hukum. Di antaranya terkait dugaan politik uang dan kontrak politik yang disebut dilakukan oleh Paslon Angela–Suhuk dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Dalil Politik Uang Tak Terbukti
MK menilai dalil Pemohon yang menyebut terjadinya praktik vote buying tidak dapat dibuktikan secara faktual. Pengawasan lapangan oleh Bawaslu tidak menemukan adanya pembagian uang baik saat kampanye maupun di hari pemungutan suara. Tidak ada pula rekomendasi Bawaslu untuk melakukan PSU ulang akibat pelanggaran tersebut.
Mahkamah menyatakan bahwa tidak cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa Angela–Suhuk melakukan praktik politik uang. Video yang menampilkan juru kampanye Paslon 03 menjanjikan program dana kampung, dana ketahanan keluarga, dan dana RT dianggap sebagai bentuk janji politik sah dalam kampanye, bukan kontrak politik.
Kontrak Politik Tidak Ditemukan
Pemohon mendalilkan bahwa Paslon Angela–Suhuk meneruskan program “Manis” milik paslon terdahulu yang telah didiskualifikasi (Owena–Stanislaus) dan kembali menjanjikan dana kepada Ketua RT, dasawisma, hingga kepala kampung. Namun, Mahkamah menyatakan bahwa tidak ada bukti kontrak politik tertulis yang mengikat sebagaimana terjadi dalam kasus sebelumnya.
Mahkamah juga menilai janji dana dalam kampanye tidak serta-merta menjadi pelanggaran jika dituangkan dalam visi dan misi paslon. Bahkan Pemohon sendiri, melalui saksi kampanye Marthinus Miing, mengakui bahwa Paslon Novita–Artya juga mengusulkan program serupa, yaitu dana pembinaan dan bantuan operasional RT senilai Rp 250 juta per tahun.
Panwascam yang hadir saat kampanye di Kampung Batu Majang juga tidak mencatat adanya pelanggaran, sehingga Mahkamah menilai dalil soal kontrak politik tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum.
Permintaan Diskualifikasi Ditolak
Dalam permohonannya, Pemohon meminta agar Keputusan KPU Mahakam Ulu Nomor 145 Tahun 2025 dibatalkan, suara Paslon Angela–Suhuk dianulir, dan pemungutan suara ulang dilakukan di seluruh TPS di Long Bagun dan Long Hubung. Namun seluruh permintaan tersebut ditolak oleh Mahkamah.
Sebelumnya, melalui Putusan MK Nomor 224/PHPU.BUP-XXIII/2025, Mahkamah memang memerintahkan dilaksanakannya PSU Mahulu tanpa diikuti Paslon Owena–Stanislaus akibat kontrak politik yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Kontrak tersebut terbukti berbentuk dokumen tertulis dan ditandatangani oleh puluhan Ketua RT dari lima kecamatan.
Namun dalam kasus Angela–Suhuk, Mahkamah tidak menemukan bukti keterlibatan serupa. Janji politik yang disampaikan tidak bersifat kontraktual dan tidak ditujukan sebagai alat tukar untuk dukungan politik. (*)