TebarBerita.ID
      Artikel ini telah dilihat : 631 kali.
NEWS

Peneliti Temukan Jejak Tsunami Besar di Selatan Pulau Jawa Pada 1.800 Tahun Lalu

Ilustrasi

TEBARBERITA.ID -Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan sejumlah lapisan sedimen yang diduga kuat sebagai endapan tsunami purba di wilayah selatan Pulau Jawa. Temuan ini membuka wawasan baru tentang potensi ancaman gempa megathrust berkekuatan magnitudo di atas 9 yang kemungkinan pernah terjadi beberapa kali di masa lalu.

Peneliti BRIN, Purna Sulastya Putra, mengungkapkan bahwa Indonesia yang berada di pertemuan tiga lempeng tektonik dunia, yakni Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik, memiliki tingkat kerawanan tinggi terhadap bencana gempa bumi dan tsunami. Namun, menurutnya, catatan sejarah tsunami di selatan Jawa masih sangat terbatas.

“Artinya, kita bisa saja melewatkan ancaman besar yang pernah terjadi di masa lalu, sebagaimana kita lihat pada kasus tsunami raksasa Aceh 2004,” ujarnya dalam keterangan kepada brin.go.id, Senin (14/7/2025).

Untuk mengisi kekosongan pengetahuan itu, BRIN menggelar riset paleotsunami sejak 2006 hingga 2024, dengan menyusuri lapisan sedimen purba di wilayah seperti Lebak, Pangandaran, Kulon Progo, hingga Pacitan. Salah satu lapisan yang ditemukan diperkirakan berasal dari peristiwa tsunami sekitar 1.800 tahun lalu. Kemiripan usia endapan di berbagai lokasi menunjukkan bahwa bencana tersebut tergolong besar dan berskala regional.

“Ekspedisi kami kali ini difokuskan untuk mencari jejak paleotsunami yang usianya lebih muda dari sekitar 1.800 tahun yang lalu, agar kami bisa merekonstruksi berapa kali tsunami raksasa akibat gempa megathrust bermagnitudo lebih dari 9 pernah terjadi di selatan Jawa,” jelas Purna.

Kegiatan survei terbaru dilakukan pada Mei 2025 di wilayah selatan Kulon Progo, Bantul, dan Gunung Kidul. Tim BRIN menggunakan metode seperti pemboran tangan, pembuatan parit (trenching), serta pemetaan menggunakan teknologi LiDAR. Hasilnya, ditemukan tiga lapisan pasir yang mengandung foraminifera laut dan struktur khas akibat hempasan gelombang besar, yang diduga sebagai endapan tsunami.

Salah satu lapisan tersebut diperkirakan kembali berasal dari peristiwa sekitar 1.800 tahun lalu. Selain itu, terdapat lapisan lain dengan usia lebih muda, mengindikasikan bahwa tsunami besar kemungkinan pernah terjadi secara berulang di kawasan ini.

Proses analisis lanjutan terhadap sampel sedimen masih berlangsung, termasuk pengujian radiocarbon dating yang dikirim ke laboratorium luar negeri. Data ini menjadi landasan penting dalam menyusun peta rawan bencana, perencanaan tata ruang, serta edukasi dan mitigasi di kawasan pesisir.

“Temuan paleotsunami ini bukan sekadar catatan akademik. Data tersebut sangat penting untuk menyusun zonasi wilayah rawan bencana, menjadi pertimbangan tata ruang dan pembangunan wilayah pesisir, serta meningkatkan kesadaran publik termasuk simulasi evakuasi tsunami (tsunami drill), khususnya di kawasan wisata pantai,” tegas Purna.

Ia menambahkan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bagian integral dalam pengambilan kebijakan berbasis data ilmiah guna meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir terhadap bencana gempa dan tsunami di masa mendatang. (*)

Related posts

Cadangan Energi Thorium Indonesia Cukup untuk Seribu Tahun

admin

Setelah Menggulingkan Sepupunya, Brice Oligui Nguema Menang Pemilu Presiden Gabon

admin

Ciptakan Jeda Digital, Pemerintah Akan Larang Penggunaan Handphone di Sekolah Mulai 2025

admin