Tebarberita.id, Jakarta — Dua warga negara, Cindy Allyssa dan Syamsul Jahidin, mengajukan perbaikan permohonan uji materi Pasal 11 ayat (2) beserta penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang perbaikan di Ruang Sidang MK, Selasa (9/9/2025), mereka menilai ketentuan masa jabatan Kepala Polri (Kapolri) yang tidak pasti menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Pembatasan masa jabatan adalah bentuk perlindungan hak orang lain. Tanpa batas waktu, seorang Kapolri bisa terlalu lama berkuasa, menghalangi kesempatan perwira lain,” ujar Cindy seperti dilansir mkri.id.
Ia menekankan, kekuasaan yang berlarut-larut rawan menurunkan profesionalitas dan memicu kultus individu. Pembatasan dinilai sejalan dengan Pasal 28J UUD 1945 yang mengatur pembatasan hak demi ketertiban umum.
Syamsul Jahidin menambahkan, norma Pasal 11 ayat (2) dan penjelasannya merugikan hak konstitusional pemohon karena tidak menjamin kepastian hukum sebagaimana Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
“Rumusan yang tidak sinkron menimbulkan ambigu dalam penerapannya, sehingga melanggar prinsip konsisten dan harmonis,” katanya.
Permohonan ini terdaftar dengan Nomor 147/PUU-XXIII/2025. Para pemohon menyoroti bahwa batang tubuh UU Polri tak pernah menentukan batas masa jabatan Kapolri, meskipun penjelasan pasal menyebut “masa jabatan berakhir” sebagai salah satu alasan pemberhentian. Akibatnya, alasan itu tidak dapat diterapkan.
Dalam petitum, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 11 ayat (2) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengikat, kecuali dimaknai bahwa pengangkatan dan pemberhentian Kapolri disertai alasan yang sah, termasuk berakhirnya masa jabatan lima tahun. Mereka juga meminta penjelasan pasal tersebut dibatalkan.
Cindy menegaskan, pembatasan masa jabatan Kapolri selaras dengan praktik di jabatan tinggi lain, seperti presiden, kepala daerah, hingga panglima TNI, yang semuanya dibatasi periode tertentu.
“Tanpa pembatasan, muncul ketidakseimbangan dan diskriminasi antarpejabat tinggi negara,” ujarnya.
Sidang perbaikan permohonan ini menjadi lanjutan dari pemeriksaan pendahuluan sebelumnya. Mahkamah akan menjadwalkan sidang berikut untuk mendengarkan keterangan pihak terkait sebelum memutus perkara. (*)