TEBARBERITA – Gubernur Kalimantan Timur Rudy Masud menegaskan bahwa wilayahnya telah menjadi penopang energi nasional sejak lebih dari seratus tahun lalu. Kontribusi besar itu, menurut Rudy, tak lepas dari sejarah panjang industri minyak dan gas bumi di Kaltim yang sudah dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka.
“Kegiatan perminyakan di Kalimantan sejatinya telah berlangsung sejak lama, terutama ketika Belanda bekerja sama dengan Kesultanan Kutai pada tahun 1897 dan melakukan pengeboran pertama yang sukses pada 1903,” ujar Rudy dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI, belum lama ini.
“Jadi ratusan tahun yang lalu memang sudah memberikan energi yang luar biasa,” tambahnya.
Saat ini, Kalimantan Timur menyumbang sekitar 32% pasokan energi nasional dari sektor minyak dan gas. Angka tersebut menegaskan peran strategis daerah ini sebagai salah satu lumbung energi terbesar di Indonesia.
“Tentu Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur, hari ini memberikan kurang lebih sekitar 30%, tepatnya mungkin 32% energi, baik minyak dan gas untuk Indonesia ini,” jelas Rudy.
Dalam pemaparannya, Rudy juga menyinggung posisi geografis Kaltim yang berbatasan dengan Sarawak—wilayah penghasil migas besar di Malaysia. Kota Kuching, sebagai salah satu pusat produksi migas di Sarawak, diketahui memiliki kapasitas produksi minyak berkisar 160 ribu barel per hari dan produksi gas 4,2 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD).
Sebagai perbandingan, produksi migas di Kaltim saat ini tercatat 53 ribu barel minyak per hari dan gas sekitar 1,2 BSCFD. Meski begitu, Rudy optimistis produksi migas Kaltim akan meningkat dan mampu menandingi Sarawak dalam beberapa tahun ke depan.
“Insya Allah kalau tidak ada halangan melintang, beberapa kegiatan oil and gas, khususnya ENI, ENI ini akan memproduksi di puncaknya nanti di tahun 2028, 2029, 2030, kurang lebih sekitar 1,8 miliar (BSCFD) untuk gasnya dan kondensat hampir kurang lebih sekitar 100 ribu barel kondensat per harinya,” ujarnya optimistis. (*)
