TebarBerita.ID
      Artikel ini telah dilihat : 668 kali.
BERITA UTAMA EKONOMI

AS Terancam, Utang Rp512.000 Triliun dan Pengangguran Meluas

Ilustrasi

Tebarberita.id, Jakarta – Utang nasional Amerika Serikat (AS) telah menembus level US$33 triliun atau setara Rp512.000 triliun (kurs 15.515). Utang yang menumpuk ini membuat pemerintah AS semakin terjepit di tengah ancaman shutdown. Dilansir dari website resmi pemerintah AS pada 29 September 2023, tercatat utang nasional AS bahkan telah menyentuh angka US$ 33,126 triliun atau lebih dari Rp512.000 triliun. Peningkatan belanja federal sekitar 50% antara tahun fiskal 2019 dan tahun fiskal 2021 berkontribusi terhadap melonjaknya utang tersebut.

Pemotongan pajak, program stimulus, dan penurunan penerimaan pajak akibat meluasnya pengangguran selama pandemi Covid-19 merupakan faktor-faktor yang membuat utang pemerintah membengkak. Masalah utang ini mendapat tanggapan dari pendiri hedge fund Bridgewater Associates, Ray Dalio yang mengungkapkan bahwa AS akan mengalami krisis utang.

“Seberapa cepat hal ini terjadi, menurut saya, akan tergantung pada masalah pasokan-permintaan, jadi saya memperhatikannya dengan cermat,” ujar Dalio, dikutip dari CNBC International.

Dalio pun khawatir akan ada lebih banyak hambatan bagi perekonomian selain tingkat utang yang tinggi, dan mengatakan bahwa pertumbuhan bisa turun hingga nol, kurang lebih 1% atau 2%.

“Saya pikir perekonomian akan mengalami perlambatan yang berarti,” kata Dalio.

Dengan utang yang membengkak, pemerintahan Presiden Joe Biden kini harus berhadapan dengan risiko shutdown. Risiko ini muncul setelah kubu pemerintah dan pemimpin Kongres masih belum menemui kesepakatan dalam pembiayaan anggaran pemerintah untuk tahun fiskal 2024. Masih terjadi perbedaan besar mengenai belanja pemerintah antara kedua pihak dan kebijakan mengenai isu-isu seperti bantuan ke Ukraina.

Seperti diketahui, pemerintah dan kongres tengah dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) anggaran AS yang juga memuat pendanaan atau pembiayaan pemerintah federal. RUU harus disahkan sebelum anggaran berjalan berakhir pada 30 September. Karena AS akan memulai tahun fiskal baru pada 1 Oktober mendatang.

Jika Kongres gagal meloloskan undang-undang untuk memperbarui pendanaan pada batas waktu tersebut, maka pemerintah federal akan mengalami shutdown pada tengah malam. Jika shutdown terjadi maka akan terjadi pada akhir pekan, dampak penuh dari shutdown akan mulai terlihat pada awal minggu kerja pada Senin, kecuali beberapa layanan yang dianggap penting. Kegagalan untuk mencapai kesepakatan dapat berarti penutupan kantor pemerintahan dan meningkatkan risiko utang negara.

Sebelumnya, krisis plafon utang AS juga menjadi momok yang menakutkan pada Juni 2023. Plafon utang AS saat itu yang mencapai US$ 31,4 triliun sudah mencapai batasnya pada Januari 2023. Presiden AS Joe Biden dan Ketua DPR AS Kevin McCarthy berbeda pendapat mengenai belanja. Partai Republik yang menguasai kongres meminta agar Biden mengurangi belanja. Namun, Biden memilih untuk memotong defisit dengan menaikkan pajak atas orang kaya.

Kendati demikian, seiring berjalannya waktu, DPR AS akhirnya meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tanggung Jawab Fiskal atau Fiscal Responsibility Act. Kesepakatan diketok dengan perolehan suara 314-117. Sebanyak 149 anggota Partai republik dan 165 anggota Partai Demokrat memilih untuk meloloskan RUU sementara 71 anggota DPR menentangnya.

Di antara kesepakatan yang ada dalam RUU tersebut adalah pemberlakuan batas pinjaman yang ada hingga Januari 2025 atau menangguhkan plafon utang hingga Januari 2025. Artinya, persoalan debt ceiling baru akan dibahas lagi setelah pemilihan presiden AS. Dengan penangguhan plafon utang setidaknya tidak ada risiko gagal bayar utang tetapi pemerintahan Biden harus membatasi pengeluarannya.

Pada Selasa (26/9/2023) waktu setempat, senat AS mengambil langkah signifikan untuk memperluas pendanaan pemerintah setelah akhir bulan. Kebijakan ini diambil hanya beberapa hari tersisa untuk menghindari penutupan (shutdown) pemerintahan.

Dalam pemungutan suara dengan hasil 77 berbanding 19, Senat mengajukan rancangan undang-undang yang akan menjadi langkah sementara untuk mendanai pemerintah hingga 17 November 2023, serta mengalokasikan sekitar US$ 6 miliar untuk perang Ukraina dan US$ 6 miliar lagi untuk bantuan bencana.

Pemimpin mayoritas senat, Chuck Schumer dari Partai Demokrat, memuji rancangan undang-undang tersebut sebagai pencapaian bipartisan yang akan memberikan lebih banyak waktu bagi anggota parlemen untuk membuat keputusan pendanaan jangka panjang. Hingga ia pun mendesak anggota DPR dari Partai Republik untuk mengadopsi pendekatan serupa dalam negosiasi mereka.

Dalam masa pemerintahan Presiden Donald Trump terjadi government shutdown beberapa kali. Periode terlama dari penutupan pemerintahan di AS adalah pada Desember 2018 hingga Januari 2019, yang berlangsung selama 35 hari.

Pada masa itu, sebagian kegiatan pemerintahan di AS dihentikan dan ratusan ribu pegawai negerinya terpaksa diliburkan tanpa digaji. Defisit juga pernah mencapai puncaknya pada pemerintahan Presiden Barrack Obama tahun 2009. Menurut Congressional Budget Office (CBO), shutdown pada 2018 tersebut berdampak ke perekonomian sebab sekitar 800.000 tenaga kerja dirumahkan, kemudian belanja pemerintah federal juga menjadi tertunda.

Berdasarkan kalkulasi CBO, kerugian yang diderita AS sebesar US$ 11 miliar atau setara Rp170,17 triliun (kurs Rp15.470/US$). Dari kerugian tersebut, sebesar US$ 3 miliar atau Rp46,41 triliun hilang permanen.

Sumber: CNBC INDONESIA RESEARCH

Related posts

Masih Langka, Komisi II DPRD Samarinda Segera Panggil Distributor.

admin

Workshop Demokrasi dan Hukum Kepemiluan Diikuti Ratusan Peserta

admin

Pemilu 2024: Karena IKN Dapil DPR-DPRD di Kaltim Berubah

admin