TebarBerita.ID
      Artikel ini telah dilihat : 650 kali.
BERITA UTAMA HUKUM

Seorang Sarjana Hukum Gugat UU Advokat, Minta MK Akui Bantuan Hukum Insidentil Nonadvokat

Nanang Kosasih

Tebarberita.id, Jakarta — Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat pada Rabu (2/7/2025). Permohonan ini diajukan oleh Nanang Kosasih, seorang Sarjana Hukum, yang mempersoalkan pembatasan bantuan hukum oleh individu nonadvokat dalam konteks kekeluargaan.

Perkara bernomor 102/PUU-XXIII/2025 ini menyoroti Pasal 1 ayat (2) UU Advokat yang secara tegas menyatakan bahwa jasa hukum hanya dapat diberikan oleh advokat yang telah disumpah. Menurut Pemohon, ketentuan tersebut menciptakan kekosongan hukum yang menghalangi hak warga negara memberikan pendampingan hukum secara insidentil dalam situasi darurat.

“Ketika keluarga saya menghadapi masalah hukum serius seperti pengancaman dan pembakaran, saya tidak bisa mendampingi secara formal hanya karena belum disumpah sebagai advokat,” kata Nanang dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, bersama Anwar Usman dan Enny Nurbaningsih seperti dilansir mkri.id.

Nanang hadir tanpa kuasa hukum dan menegaskan bahwa permohonannya tidak ditujukan untuk menyaingi profesi advokat. Fokusnya adalah agar MK menafsirkan frasa “jasa hukum” secara lebih inklusif, tanpa menutup peluang pendampingan hukum insidentil oleh Sarjana Hukum untuk anggota keluarganya.

“Dalam hal ini, Pemohon tidak meminta penghapusan ketentuan normatif, tetapi hanya meminta agar Mahkamah menafsirkan secara konstitusional frasa ‘jasa hukum’ agar tidak mencabut hak substantif warga negara yang telah memiliki kapasitas keilmuan hukum untuk membantu keluarga sendiri dalam kondisi darurat hukum,” ujarnya.

Dalam permohonannya, Nanang juga mengacu pada Putusan MK No. 006/PUU-II/2004 yang menyatakan bahwa bantuan hukum nonadvokat tidak bisa dipidana jika tidak dilakukan secara profesional. Ia menilai semangat putusan tersebut harus diterapkan pada konteks saat ini, terutama bagi Sarjana Hukum yang belum disumpah namun telah mengikuti PKPA dan Ujian Profesi Advokat (UPA).

Ia juga menggarisbawahi ketimpangan antara pengakuan hukum perdata terhadap kuasa insidentil (seperti dalam Pasal 123 HIR dan Pasal 147 RBg), dan belum diakuinya pendampingan hukum nonlitigasi dalam kasus pidana. Kondisi ini, menurutnya, menciptakan ketidakadilan konstitusional.

“Norma ini bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945,” tegasnya.

Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta agar Pemohon menyempurnakan uraian terkait kewenangan Mahkamah, serta menjelaskan hubungan sebab-akibat antara norma yang diuji dengan kerugian konstitusional yang dia alami.

“Silakan bagian kewenangannya disempurnakan. UUD dan UU MK versi terakhir ditampilkan. Lalu dijelaskan pula bagaimana norma itu merugikan secara konstitusional,” ujar Enny. (*)

Related posts

Pemerintah Siapkan Formasi Calon Hakim untuk Rekrutmen ASN 2024

admin

Ekonomi 17 Juta Petani Sawit Terancam

admin

Minyak Rusia Lebih Murah, Kenapa Pemerintah Jokowi Tak Berani Beli?

admin