TEBARBERITA.ID – Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen pemerintah dalam memulihkan kerugian negara dari praktik tambang ilegal dengan menyaksikan langsung penyerahan aset Barang Rampasan Negara (BRN) di Smelter PT Tinindo Internusa, Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Senin (6/10/2025).
Dalam kesempatan itu, Presiden menyebut penyerahan aset tersebut sebagai langkah besar menuju pemulihan kekayaan negara yang hilang akibat pelanggaran hukum di sektor pertambangan timah.
“Pagi hari ini saya ke Bangka. Tadi bersama-sama kita menyaksikan penyerahan rampasan negara dari perusahaan-perusahaan swasta yang melaksanakan pelanggaran hukum,” ujar Presiden Prabowo kepada awak media.
Penyerahan aset dilakukan secara berjenjang, dimulai dari Jaksa Agung kepada Wakil Menteri Keuangan, kemudian kepada CEO Danantara, dan akhirnya diserahkan kepada Direktur Utama PT Timah Tbk.
Barang rampasan yang diterima PT Timah Tbk mencakup aset bernilai tinggi dan beragam, antara lain 108 unit alat berat, 99,04 ton produk kristal Sn (cristalyzer), 94,47 ton crude tin dalam 112 balok, 15 bundle aluminium (15,11 ton), 10 jumbo bag (3,15 ton), 29 bundle logam timah Rfe (29 ton), satu unit mess karyawan, 53 kendaraan, 22 bidang tanah seluas total 238.848 meter persegi, 195 alat pertambangan, 680.687,6 kilogram logam timah, serta enam unit smelter.
Selain aset fisik, turut diserahkan uang tunai yang telah disetorkan ke kas negara, yakni Rp202.701.078.370, USD3.156.053, JPY53.036.000, SGD524.501, EUR765, KRW100.000, dan AUD1.840.
Presiden menyebut nilai total aset rampasan mencapai Rp6 hingga Rp7 triliun, belum termasuk potensi besar dari logam tanah jarang (rare earth/monasit) yang masih dalam tahap penguraian.
“Nilainya dari enam smelter dan barang-barang yang disita mendekati Rp6–7 triliun. Tapi tanah jarang yang belum diurai, mungkin nilainya sangat besar. Monasit itu bisa mencapai 200 ribu dolar per ton,” ungkap Presiden.
Prabowo juga mengungkapkan bahwa total kerugian negara akibat tambang ilegal di wilayah konsesi PT Timah diperkirakan mencapai Rp300 triliun, menggambarkan skala besar kebocoran kekayaan negara yang selama ini terjadi.
“Kita bisa bayangkan kerugian negara dari enam perusahaan ini saja, kerugian total mencapai Rp300 triliun. Ini harus kita hentikan,” tegasnya.
Penyerahan aset ini menjadi titik penting penegakan hukum di sektor sumber daya alam, sekaligus peringatan keras bagi pelaku kejahatan pertambangan. Pemerintah menegaskan akan terus menindak tegas aktivitas ilegal yang merugikan negara dan mengancam keberlanjutan ekonomi nasional. (*)