Tebarberita.id Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya buka suara terkait masalah yang didera PT PLN (Persero), berkaitan dengan sulitnya mencari kontrak batu bara untuk kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Lana Saria menjelaskan bahwa Ditjen minerba telah menerbitkan surat penugasan untuk memenuhi tambahan kebutuhan PLN, di dalam surat penugasan tersebut tercantum volume batu bara yang harus dipasok ke PLN.
Selanjutnya PLN dan Pemasok akan menyepakati dalam kontrak/perjanjian jual beli termasuk di dalamnya jadwal pengiriman batu bara, sehingga menurut Lana tidak ada alasan bagi salah satu pihak untuk menunda pengiriman.
“Ditjen minerba akan melakukan monitoring realisasi penugasan dan akan menindak pemasok yang tidak melaksanakan penugasan dengan menutup fitur ekspornya pada aplikasi MoMS,” kata Lana kepada CNBC Indonesia, Rabu (3/8/2022).
Sapto Aji membeberkan, masalah fundamental yang terjadi di mana penambang batu bara yang kontraknya sudah berakhir enggan untuk melanjutnya kontraknya. Kemudian penambang yang belum berkontrak dengan PLN tidak ada yang mau berkontrak.
“PLN Bisa bertahan menjaga pasokan batu bara dengan mengandalkan adanya penugasan Ditjen Minerba, dengan menggunakan klausa dalam Kepmen 13/2022,” terang Sapto Aji.
Sejatinya, kata Sapto, beberapa pemasok yang mendapat penugasan dari Dirjen Minerba sebenarnya akan berusaha untuk memasok kebutuhan batu bara ke PLN. Namun demikian, mereka meminta agar pasokan batu bara dapat dikirimkan pada triwulan ke empat, setelah Badan Layanan Umum (BLU) sebagai pemungut iuran batu bara terbentuk.
“Mereka minta di triwulan keempat mengapa? Mereka berharap BLU sudah mulai implementasi dia tidak menolak penugasan Minerba tetapi mengatur jadwalnya setelah BLU keluar,” ujarnya dalam Diskusi Publik BLU Batubara Selasa (2/1/2022).
Kondisi ini menurut Sapto tentunya cukup mengkhawatirkan, apalagi bauran batu bara masih menguasai 60-70% pemakaian energi untuk produksi listrik perusahaan. Di samping itu, kebutuhan listrik juga mengalami kenaikan.
Saat ini stok batu bara PLN sendiri masih berada di level 19 hari operasi (HOP). Namun, jika BLU tidak segera terbit dam PLN mengalami kesulitan dalam hal kontrak pemenuhan batu bara, sudah pasti HOP juga turut menurun.
Oleh sebab itu, ia berharap agar pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) sebagai pemungut iuran batu bara dapat segera diimplementasikan. Utamanya sebagai solusi atas disparitas harga yang menjadi akar permasalahan pasokan batu bara untuk kelistrikan nasional.
PLN menurut Sapto sempat mengalami kekurangan pasokan batu bara sebesar 15,5 juta metrik ton (MT) pada awal tahun ini. Pada waktu itu, dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan atau RKAP perusahaan mematok kebutuhan batu bara sebesar 66,4 juta MT.
Namun demikian, kebutuhan perusahaan setrum itu ternyata mengalami kenaikan tajam dari yang semula 66,4 juta MT di RKAP melonjak ke level 84,7 juta MT. Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan perekonomian yang mulai membaik pasca Covid-19.
Berdasarkan data yang dipaparkan PLN, alokasi kontrak batu bara untuk tahun 2022 yakni sebesar 76,4 juta MT dengan success rate 90% yakni 69,2 juta MT. Sementara dalam revisi RKAP saat ini kebutuhan batu bara PLN mencapai 84,7 juta ton. Dengan begitu terdapat gap 15,5 juta MT antara persediaan dan kebutuhan.
Adapun, guna memenuhi kekurangan 15,5 juta MT tersebut, PLN pada 25 Februari lalu mengajukan permohonan penugasan kepada Dirjen Minerba dan mendapatkan penugasan sebesar 17,2 juta MT pada Maret-Mei 2022 dengan volume terkontrak 11,4 juta MT atau selisih 5,8 juta MT.
Sementara itu, dengan memperhitungkan kebutuhan batu bara di semester II, PLN mengajukan permohonan penugasan sebesar 6 juta MT. Permohonan tersebut kemudian direspon Dirjen Minerba dengan menerbitkan penugasan sebesar 5,4 juta MT.
Selanjutnya, menindaklanjuti penugasan pada 15 Juli kemarin, PLN telah melakukan pembahasan dengan penambang yang menghasilkan komitmen pasokan 1,6 juta MT dengan pasokan bulan Agustus hanya 100.000 MT.
Sumber: CNBC Indonesia