Tebarberita.id, Samarinda – Sejumlah sales manager dari produsen daging ayam di Samarinda mengeluhkan harga pasar yang masih turun. Dari pengakuan mereka, di pasaran sejak satu pekan terakhir harga daging ayam mencapai harga terendahnya yakni Rp24 ribu. Menyikapi hal itu, beberapa sales manager dari produsen ayam bertemu untuk membahas persoalan tersebut, di antaranya agar bagaimana harga daging ayam menjadi stabil.
“Ya ini kami sedang berkumpul membahas bagaimana stok kebutuhan daging ayam di Samarinda stabil. Karena satu minggu terakhir ini harganya tidak stabil bahkan turun menjadi Rp24 ribu,” kata salah seorang sales manager, Gusti Rizky Ardian, Jumat (9/8/2023).
Pria yang biasa disapa Rizky itu membandingkan dengan harga pasar sebelumnya. Menurutnya, saat kondisi normal harga tertinggi Rp65 ribu per ekor. Padahal tim survei harga pangan Dinas Pertanian Kaltim pada awal Juni lalu, harga ayam potong sempat tinggi. Ayam potong ukuran kecil pada bulan lalu sekitar Rp45 ribu per kilogram. Untuk itu, anjloknya harga ayam menurutnya harus segera diatasi bersama dengan para penjual. Jika kondisi ini berlangsung lama akan berdampak kepada kelangsungan produsen atau peternak ayam di Samarinda. Sementara disaat yang sama harga pakan ayam tidak kunjung turun.
“Salah satu caranya dengan menstabilkan kebutuhan ayam ukuran tanggung antara timbangan 1,6 kilogram sampai dengan 1,8 kilogram, dan mengurangi stok ayam-ayam besar atau jumbo yang ukuran 2,2 kilogram sampai dengan 3 kilogram,” jelas Rizky.
Rizky menyebut penyebab turunnya harga daging ayam di Samarinda disebabkan oleh masuknya pasokan dari luar Kaltim.
“Karena adanya ayam luar daerah masuk ke Kaltim,” katanya.
Selain menstabilkan harga dengan mengurangi stok ayam berukuran besar, peternak juga berusaha agar pasar mampu menyerap daging ayam jumbo.
“Memprioritaskan distribusi ayam besar di pasar lokal agar terserap maksimal,” ujar sales manager lainnya, Taufik Abfuk Azis menambahkan.
Informasi yang diperoleh dari Gabungan Peternak Unggas Rakyat Indonesia (GAPURI) Online, menyebutkan, para pelaku dan pemerhati usaha ternak unggas rakyat di Indonesia menghadapi persoalan selama beberapa tahun terakhir, seperti semakin sulitnya memperoleh DOC karena harganya yang juga semakin mahal. Selain itu harga pakan yang bertambah mahal sementara harga jual ayam dan telur di tingkat peternak fluktuatif. Kemudian lemahnya daya tawar peternak dibandingkan kekuatan broker atau bandar. GAPURI juga menilai, kurangnya perhatian dari pemerintah kepada peternak unggas rakyat, seperti peraturan atau perundang-undangan yang tidak memihak peternak unggas rakyat mandiri menambah kesulitan peternak unggas. (*)