Tebarberita.id, Samarinda – Ketidakjelasan data tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Kaltim terus menjadi sorotan. Terutama TKA yang bekerja disejumlah perusahan asing asal China atau Tiongkok.
Seperti di Kelurahan Pendingin, Kecamatan Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara. Gubernur Kaltim Isran Noor meresmikan tahap pertama pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri (KFI) pada Selasa (19/9/2023) lalu. Di pabrik ini diklaim telah menyerap tenaga kerja lokal sebanyak 1700 orang, kemudian tenaga kerja asing sekira 250 orang untuk pembangunan pabrik. Kemudian, Gubernur Kaltim Isran Noor juga meresmikan PT Kobexindo Cement atau Semen Singa Merah di Desa Selangkau, Kecamatan Kaliorang, Kutim pada Rabu (23/8/23) lalu.
Namun, jumlah TKA tersebut memicu keraguan dari sejumlah pihak, terutama terkait dengan jumlah TKA yang dipekerjakan di kedua perusahaan tersebut. Sorotan tajam penggunaan TKA tertuju kepada PT Kobexindo Cement. Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kutim mencatat, pada Agustus 2023, tercatat TKI yang bekerja di perusahaan itu berjumlah 260 orang, sedangkan TKA sebanyak 74 orang. Namun, per September 2023 jumlah TKA di PT Kobexindo Cement sudah mencapai 105 orang. Jumlah terkahir ini menjadi sorotan sejumlah pihak terutama dari wakil rakyat di DPRD Kaltim.
Komisi IV DPRD Kaltim yang di antaranya membidangi ketenagakerjaan menyoal soal jumlah TKA. Dalam kurun yang tidak terlalu lama, jumlah pekerja TKA di PT Kobexindo Cement bertambah, sementara jumlah tenaga kerja lokal tidak.
“Kami ini ingin benar-benar menjadi perhatian bersama. Dalam waktu singkat jumlah TKA sudah bertambah, ini yang ingin kami pertanyakan bagaimana perizinan TKA itu?” ungkap Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi kepada media ini, Jumat (6/10/2023).
Pria yang akrab disapa Reza itu menegaskan, seluruh perusahaan yang menggunakan TKA harus memiliki kelengkapan dokumen berupa Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang harus dimiliki oleh kegiatan investasi (PMA dan PMDN). Hal itu juga
berdasarkan PP Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing dan Permenaker RI No 8/2021 tentang Peraturan Pelaksanaan PP No. 34/2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
“Jadi setiap perusahaan yang memperkerjakan TKA wajib memiliki Pengesahan RPTKA. Pengesahan RPTKA dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Nah ini bagaimana prosesnya apakah sudah atau belum?” tegas Reza.
Selain itu, tugas Disnakertrans Kaltim melakukan pengawasan ketenagakerjaan menjadi penting. Sebab, kata Reza, dokumen Pengesahan RPTKA berkaitan dengan wilayah kerja TKA tersebut. Sehingga ia meminta dinas atau intansi terkait memastikan jumlah dan legalitas TKA di kedua perusahaan tersebut.
“Selain visa kerja, misalanya jika dalam dokumen tercantum wilayah kerja Kukar, maka TKA itu tidak boleh bekerja di Kutim. Apalagi sampai ada perusahaan memiliki TKA, tidak memiliki RPTKA, maka itu kewenangan Disnakertrans untuk menghentikan aktivitas TKA tempat kerjanya,” katanya menegaskan lagi.
Reza berharap dengan kehadiran TKA tidak merugikan masyarakat sekitar dan daerah. Ia menjelaskan, berdasarkan PP No. 34/2021, TKA wajib dikenakan dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing (DKPTKA). Dalam aturan itu, per TKA dalam 1 jabatan dikenakan konstribusi atau biaya retribusi sebesar USD100 per bulan.
“TKA dilarang rangkap jabatan dalam perusahaan yang sama, tapi jika memiliki satu jabatan pada perusahaan yang berbeda itu boleh. Perlu diingat, TKA dilarang menjabat di bagian personalia,” jelasnya.
Politisi muda tersebut kembali mengingatkan tentang TKA di PT Kobexindo Cement di Kutim. Pada 2021 lalu, didapati seorang TKA asal Tiongkok menjadi operator unit CAT 773 dan mobil pickup, mereka tidak dapat berbahasa Indonesia. Tidak hanya itu, dalam kurun yang sama, PT Kobexindo Cement dalam pengumuman lowongan kerjanya mensyaratkan calon operator dan driver harus dapat berbahasa Mandarin.
“Padahal sudah jelas, ketika tenaga kerja lokal atau Indonesia mampu maka tidak boleh menggunakan TKA. Namun, ketika TKA diperkerjakan maka wajib ada pendamping, fungsinya adalah transfer ilmu,” tukas Reza.
Reza menambahkan, terkait penggunaan TKA juga sudah diatur dalam Perda Kaltim No 14 Tahun 2014 Tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).
“Ini akan terus dimonitoring, lebih khusus dalam penerapan aturan 20 persen tenaga kerja asing dan 80 persen tenaga kerja lokal. Nah apakah TKA atau perusahaan yang sudah beroperasi itu sudah memiliki izin-izin itu?” kata Reza memungkasi. (*)